Sabtu, 31 Januari 2009

Ayat al-Mawaddah

Ayat al-Mawaddah

tree_ahlulbayt1

“Wahai Rasulullah s.’a.w siapakah kerabat anda yang diwajibkan atas kami untuk mengasihi mereka?.” Rasulullah menjawab; Ali, Fatimah dan kedua-dua anak mereka.”

قُلْ َّلآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبَى ( الشورى23

“Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu suatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap kerabat(ku).”(as-Syuura: 23)

Sesungguhnya Rasulullah s’aw telah menjelaskan bahwa orang-orang yang dimaksudkan dengan ayat di atas ialah orang-orang yang wajib dikasihi dan ditaati serta diikuti perjalanan hidup mereka.

Ahli-ahli tafsir hadith dan ahli-ahli sejarah telah meriwayatkan bahwa yang dimaksudkan dengan kerabat Nabi di dalam ayat ini ialah Ali, Fatimah, Hasan dan Husayn.

Al-Zamahksyari dalam Tafsir al-Kasyaaf menyatakan: “Telah diriwayatkan bahwa ketika sekumpulan orang-orang musyrik berkumpul dalam satu perkumpulan dan berbincang-bincang diantara mereka: Tahukah kamu bahwa Muhammad meminta upah untuk sesuatu yang dilakukannya. Kemudian turunlah ayat ini[1]:

قُلْ َّلآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبَى ( الشورى23)

“Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu suatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kerabat(ku).”(as-Syuura: 23)
Seterusnya al-Zamaksyari menyatakan; Telah diriwayatkan bahwa selepas turun ayat di atas ada seseorang berkata; “Wahai Rasulullah s’aw siapakah kerabat anda yang diwajibkan atas kami untuk mengasihi mereka?, “Rasulullah s’aw menjawab: “Ali, Fatimah, dan kedua-dua anak mereka” [2]

Al-Allamah al-Bahrain meriwayatkan dari Musnad Ahmad bin Hanbal dengan sanadnya seperti yang disebutkan di atas dari Ibn Jubair dari Ibn Abbas (r.a) berkata: ketika turun ayat:

“Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu suatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kerabat(ku).”(as-Syuura: 23)

Mereka bertanya:

“Wahai Rasulullah s.’a.w siapakah kerabat anda yang diwajibkan atas kami untuk mengasihi mereka?.” Rasulullah menjawab; Ali, Fatimah dan kedua-dua anak mereka.”

Al-Fakhr al-Razi dalam Tafsir al-Kabir setelah menyebutkan kata-kata al-Zamakhshari mengenai Al Muhammad s’aw mengatakan mereka orang yang dihubungkan urusan mereka kepadanya (Nabi). Maka setiap orang yang pertalian mereka lebih erat dan dekat dengan (Muhammad) ialah keluarga nabi dan tidak diragukan lagi bahwa Fatimah, Ali, Hasan dan Husayn adalah orang yang paling erat hubungannya dengan Rasulullah s‘a.w dan keadaan ini telah diketahui dengan dalil aqli dan naqli yang mutawatir. Oleh karena itu kuatlah sudah bahwa mereka ialah Alu Muhammad.

Begitu juga telah timbul perselisihan mengenal “al-Al” ada yang mengatakan mereka itu ialah kaum kerabat dan ada yang mengatakan mereka ialah umatnya. Jika kita anggapkan al-Al itu sebagai kerabat maka mereka itu ialah al-Al dan jika kita anggap sebagai al-Al itu adalah Ummat yang telah menerima seruan Nabi Muhammad s’a.w maka mereka juga sebagai al-Al, oleh karena itu kalau mengikuti semua anggapan itu mereka tetap al-Al – maka perbedaan itu berdasarkan kepada perbedaan dari segi dalil naqli dan aqli seperti telah kami jelaskan.

Pengarang Tafsir al-Kasyaaf telah meriwayatkan bahwa ketika diturunkan ayat al-Mawaddah ini, Rasulullah di tanya;

“Wahai Rasulullah: siapakah kerabat anda yang kami diwajibkan untuk memberi kasih sayang kepada mereka. “Baginda s‘a.w menjawab: “Ali, Fatimah dan kedua anak mereka.”

Oleh karena itu jelaslah bahwa mereka berempat adalah kerabat Nabi s‘aw yang demikian mereka berempat itulah yang dikhususkan dengan beberapa kelebihan dan kebesaran, dibuktikan dengan dalil-dalil di bawah ini:
Dalil pertama: firman Allah: “illa-al-mawaddah fil-qurba”
Dan cara pengambilan dalil dengan ayat ini (telah diuraikan) seperti yang terdahulu, artinya asbabun nuzul nya jelas dan merupakan pengkhususan “al-qurba” kepada Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husayn alaihimussalam.
Dalil kedua: Tidak diragukan lagi bahwa Nabi s‘a.w mengasihi Fatimah as dengan sabdanya yang bermaksud: “Fatimah adalah sebahagian dariku, apa-apa yang menyakiti Fatimah adalah menyakitiku.” Sebagaimana telah dikuatkan dengan hadith mutawatir dari Nabi Muhammad s‘a.w bahwa baginda s‘a.w mengasihi Ali, Fatimah, Hasan dan Husayn.

Jika demikian maka wajiblah atas umatnya (mengasihi mereka) seperti Nabi s‘a.w (mengasihi mereka) dikuatkan dengan firman Allah Ta’ala:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فاَتَبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Katakanlah (Muhammad) jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (Ali Imran: 31)

…وَاتَّبِعُوْهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
“Dan ikutilah dia (Muhammad) mudah-mudahan kamu mendapat petunjuk.” (Al-A’raf: 158).

لَقَدْ كاَنَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik.” (al-Ahzab: 21)

Dalil ketiga: Bahwa doa kepada keluarga (Nabi) adalah satu kedudukan yang tinggi, sebab itu dijadikan doa ini sebagai penutup tasyahhud dalam solat yaitu dengan lafadz:

اللهم صلّ على محمد وآل محمد…الخ

Keagungan ini tidak ada pada hak selain daripada AhlulBayt, dan semua itu termasuk dalam arti bahwa kasih sayang kepada Alu Muhammad(ahlulbayt) adalah wajib.

Seperti apa yang dikatakan Imam al-Syafi’i (r.a) dalam sya’ir nya:

يا آل بيت رسول الله حبكـم فـرض من الله في القرآن أنزله
يكفيكم من عظيم الفخر إنكم من لم يصلي عليكم لا صلاة له[3]

“Duhai keluarga Nabi(Ahlulbayt), sungguh telah diwajibkan oleh Allah untuk mencintai kalian didalam al-Qur’an”
“Dan cukuplah sudah membuktikan akan keagungan kalian(Ahlulbayt), bahwa tak syah sholat seseorang yang tak melantunkan sholawat atas kalian”

Al-Thobari menukil daripada Ibn Abbas, dia berkata ketika turun ayat (al-Syura: 23). Mereka bertanya:

“Wahai Rasulullah: siapakah kerabat kamu yang diwajibkan ke atas kami untuk mengasihi mereka: Rasulullah menjawab: “Ali, Fatimah, dan kedua-dua anak mereka.” Dikeluarkan oleh Ahmad dalam al-Manaqib. [4]

Diriwayatkan oleh Ibn Munzir, Ibn Abi Hatim, Ibn Mardawih dan al-Thobari dalam al-Mu’jam al-Kabir dari Ibn Abbas berkata: ketika turun ayat ini (ayat al-mawaddah), Mereka bertanya:

“Wahai Rasulullah siapakah kerabat kamu yang kami diwajibkan mengasihi mereka itu.” Jawab Rasulullah s‘aw (mereka ialah): Ali, Fatimah dan kedua-dua anak lelaki mereka. [5]

Terdapat satu riwayat sohih dari Hasan bin Ali as bahwa beliau berkhutbah di hadapan orang banyak dengan perkataanya:

“Aku termasuk dari AhlulBayt yang Allah memfardhukan kepada setiap muslim untuk mengasihi mereka,”

kemudian beliau membaca:

قُلْ َّلآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبَى

Dan dalam ayat al-Tathir, al-Qur’an menegaskan kesucian dan kebersihan Ahl Bayt, merekalah orang yang paling mengetahui tentang keutamaaan dan peranan mereka dalam kehidupan(umat Islam)”.

Dengan sebab itu, mereka berhak menerima kasih sayang dan ikhlas yang dituntut oleh al-Qur’an dalam ayat tadi. Nasehat al-Qur’an mengenai kasih sayang bukan berarti hubungan perasaan dan cinta di hati saja, karena tidak ada nilai kasih sayang dan kemesraan yang terpahat di dalam jiwa seseorang kalau tidak ada keteguhan dan keikhlasan terhadap apa yang dicintainya.

Kasih sayang yang sebenarnya terhadap keluarga Nabi s‘aw adalah dengan meneladani aklhaq mereka, berjalan mengikuti manhaj mereka, patuh dengan pengajaran(ajaran-ajaran) mereka dan setiap sesuatu yang datang dari mereka serta meletakkan mereka sebagai contoh teladan dan panutan umat.

ketika turun ayat tersebut, sebenarnya al-Qur’an menunjukkan konsistensi pesan Nabi saw dalam menegaskan kepada umatnya dan sekalian manusia bahwa Nabi Muhammad s‘aw tidak meminta upah atau bayaran atas penyampaian risalah dan dakwah beliau di jalan Allah SWT, melainkan dengan mengasihi kerabatnya s‘aw, ikhlas kepada mereka dan berjalan mengikuti perjalanan mereka.

Sebenarnya apa yang dimaksudkan dengan kasih sayang kepada keluarga Nabi s. ‘aw ialah semata-mata untuk memelihara dasar perjalanan umat mengikuti batas-batas perjalanan mereka dari segi aqidah dan syariah supaya manusia dapat mengikuti Ahlulbayt sebagai panutan umat setelah Nabi wafat, dan tentunya pegangan umat yang ke-dua setelah al-Qur’an yang merupakan dasar ajaran Islam yang pertama, dan dalam al-Qur’an sendiri meminta umat manusia untuk berbuat demikian.

Kalaulah tidak karena adanya jaminan sifat istiqamah, pada AhlulBayt dan tanggung jawab mereka untuk memimpin umat Islam kepada jalan yang benar, niscaya al-Qur’an tidak diturunkan dengan membawa ayat(almawaddah) tersebut dan niscaya Rasulullah tidak meminta umatnya untuk memberikan kasih sayang kepada AhlulBayt nya.

Sebenarnya nash al-Qur’an memberitahu kita tentang perlunya pertalian yang erat dengan keluarga Nabi dan mencontoh mereka karena adanya jaminan kesucian dan istiqamah dalam keperibadian mereka. Apa yang dimaksudkan oleh al-Qur’an dalam perkara ini adalah kita akan mendapat ketenangan jiwa dan petunjuk kepada jalan yang diridhoi oleh Allah dan Rasulullah saw, bila kita mendekat dan mengasihi AhlulBayt dan beriqtida’ kepada mereka, dengan mengambil Islam dari jalan mereka, karena merekalah jalan yang aman, yang dijamin ketahanan dan kelurusan nya oleh Allah dan Rasul-Nya.

Pendapat yang kita kemukakan tersebut adalah sebagian daripada pendapat ahli-ahli tafsir, perawi-perawi, muhadithin, yang sampai kepada kita dari tafsiran Rasulullah kepada ayat tersebut. Dengan meletakkan kasih sayang terhadap AhlulBayt dalam hati dan menjadikan kasih sayang kepada mereka itu benar-benar hidup dalam hati sanubari setiap muslim, tergambar dalam kelakuan dan tingkahlaku mereka dan dilahirkan dalam perasaan hatinya, juga dapat menjelaskan pendirian mereka, siapakah musuh-musuh mereka, kawan-kawan mereka dan manhaj mereka, dan apa juga yang telah datang dari mereka seperti hadith, hokum fiqih, tafsir, ahklaq, pemikiran, pandangan dan penjelasan mengenai aqidah dan syariah, dan metodologi untuk bertindak dalam kepemimpinan.

Anugerah kebesaran dan kemuliaan ini mempunyai tujuan dan arti yang tersendiri, yang perlu disedari dan diketahui secara mendalam oleh orang-orang Islam, bahwa Ahlulbayt Nabi saw, adalah Imam-Imam setelah wafatnya Nabi saw, yang dianjurkan kepada kita-umat Islam, untuk mengasihi dan beriqtida’ kepada mereka, dimaksudkan agar Umat Islam dapat bersatu dalam ukhuwwah Islamiyyah yang sebenar-benarnya dan berjalan diatas ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi saw.

Reference ;

[1]al-Fakhr al-Razi, al-Tafsir al-Kabir, Surat al-Syura, ayat 23.

[2]Ghayat al-Maram, dalam mentafsirkan ayat ini.

[3]As-syabalanji, Nurul abshor, hlm104.

[4]al-Thobari, Dzakha’ir al-‘Uqba Fi Manaqib dzawi al-Qurba, h. 25.

[5]Ihya al-Mayyit Bi Fada’il Ahl al-Bayt Li al-Suyuti (Mu’assasah al-Wafa’, Beirut, 1404) h. 8. al-Suyuti meriwayatkan dalam al-Durr al-Manthur, Jld. 6, h. 7 dariapda Sa’id bin Jubair daripada Ibn Abbas. Al-Tabari dalam al-Mu’jam al-Kabir, Musnad al-Imam al-Hasan, Jld. I. H. 125, Dipetik dengan nas ini dariapda al-Tabari al-Haithami dalam al-Majma’ al-Zawa’id, Jld. 9, h. 168. Al-Tabari menyebutkan hadith ini dalam al-Zakha’ir,h .25 dan berkata Imam Ahmad mengeluarkan dalam al-Manaqib seperti yang dinukilkan oleh Ibn al-Sibagh al-Maliki daripada al-Banwi, hadith marfu’ daripada Ibn Abbas, h. 29. Al-Tabari dalam al-Jami’ li-Ahkam al-Qur’an dengan riwayat daripada Sa’id bin Jubair daripada Ibn ‘Abbas, Jld. 16, h. 21-22.

1 komentar: